"Kata Bagai Udara Yang Tak Pernah Habis... Bagai Bintang Yang Mampu Menyeberangi Dimensi Secara Dinamis..."

Sabtu, 08 Februari 2014

Tanggal Ini dan Kenekatan Itu



            Pada tanggal ini tepatnya 4 tahun lalu, kurasa saat itu merupakan saat-saat ternekat selama hidupku. Saat itu aku masih setengah tahun menjadi mahasiswa. Belum juga menginjak semester baru, tapi sesuatu yang kulakukan bisa dibilang baru dalam sejarah kehidupanku. Aku masih ingat kejadian itu. Kejadian ketika aku baru pertama kali memperkenalkan diriku kepada Hinata Neesan, sekaligus mengungkapkan perasaanku kepadanya dengan mengatakan bahwa suatu saat aku ingin menikah dengannya. Kalian tidak percaya pun tak mengapa, haha. Tapi memang itulah kenyataannya.
            Seperti yang telah kuungkapkan pada tulisanku sebelumnya bahwa aku telah jatuh hati pada Hinata Neesan sejak pertama kali aku melihatnya. Semenjak saat itu, aku selalu menjadi secret admirer-nya. Kebiasaan lamaku, ketika suka dengan seseorang lebih sering berdiam dalam hati. Banyak alasan mengapa aku lebih memilih melakukan hal itu. Dulu maupun sekarang. Ada situasi dan kondisi tertentu yang kuhadapi.
            Sejak September ketika aku pertama kali melihatnya di hari pertama Student Day Fakultasku, aku selalu mencari sosoknya. Tapi tentu aku tidak berlagak menjadi seorang stalker yang memburu dan mengikutinya ke sana sini. Aku hanya menanti kesempatan untuk melihatnya, untuk bertemu dengannya, untuk berpapasan dengannya, untuk melihat senyumnya dan untuk semuanya. Aku menunggu dan selalu berharap kesempatan itu datang setiap hari, tapi tentu saja hal itu tidak mungkin. Lebih tepatnya kemungkinannya sangat kecil (kalau tidak mau dibilang tidak mungkin), mengingat aku dengannya beda angkatan dan beda program studi.
            Ya begitulah. Semua mengalir begitu saja. Aku sangat bahagia ketika dapat melihat sosoknya. Membuat nyaman perasaan. Bikin adem kalo kata orang. Dengan sosoknya yang menurutku selalu cantik, manis, anggun, santun dalam balutan pakaian syar’i-nya, aku selalu dibuatnya meleleh setiap kali aku melihatnya. Dia juga rajin beribadah. Beberapa kali aku mendapat kesempatan berharga sholat bersamanya (sama-sama sebagai makmum, haha) yang tentu dibatasi tabir/hijab musholla fakultasku.
            Aku tak tahu apa yang disukainya, tak pernah tahu pula apa yang dibencinya. Aku tak tahu tanggal lahirnya (saat itu), aku tak tahu alamatnya, aku tak tahu no.hpnya (saat itu), aku tak tahu mengenai keluarganya. Aku hampir buta semua tentangnya kecuali nama lengkapnya, NIM-nya, program studinya, rekan yang (paling) sering bersamanya, dan apa lagi ya? Hanya itu seingatku.
            Kalau dilihat memang absurd. Sangat absurd. Menyukai seseorang pada pandangan pertama lalu kemudian mencintainya dalam diam. Selalu melihatnya dari jauh tanpa berucap sepatah katapun. Sekali lagi sangat absurd. Terlebih orang mengatakan jangan menilai orang dari luarnya, don’t judge the book from its cover, tapi entah mengapa aku membandel dan tetap meyakini dalam hati bahwa dengan tampilan luar yang dia punya, aku yakin dia merupakan sosok yang baik. Aku yakin dia juga memiliki inner beauty yang sama atau lebih cantik daripada penampilan luarnya. Sangat yakin. Seperti yang pernah kutulis sebelumnya, bahwa dia sosok terindah, tersempurna yang pernah kulihat seumur hidupku. Packaging yang lengkap, haha. Karena itu aku memiliki pengharapan dan impian suatu saat aku dapat menikah dengannya.
            Keinginan itu yang pernah kuungkapkan pada teman dan sahabatku. Aku kadang bercerita kepada mereka mengenainya. Terutama kepada sahabatku. Aku sering bercerita kepadanya. Bercerita ini itu. Dia juga yang terkadang menjadi spy-ku, haha. Ya maklum, mereka sama-sama wanita, jadi mungkin bisa jadi lebih dekat satu sama lain. Kalau aku? Sepertinya sulit. Biasanya seorang wanita dengan penampilan sepertinya agak menjaga jarak dengan lawan jenis. Biasanya sih, biasanya. Aku juga tak tahu pasti. Aku hanya tahu ketika dia bersama rekan 4 sekawan yang terdiri dari 2 cowok dan 2 cewek (termasuk dia) mereka biasa-biasa saja.
            Setelah berbulan-bulan aku berada dalam diam, lama-lama aku berfikir untuk menyatakan perasaanku kepadanya. Saat itu sudah memasuki tahun baru 2010, aku memiliki keinginan untuk bisa berbicara dengannya 4 mata. Berkali-kali aku melihatnya lewat di depan atau berpapasan denganku, namun aku hanya bisa membisu. Lidahku kelu. Aku malu. Aku takut untuk mengungkapkan semua. Berkali-kali aku mengatakan kepada diriku untuk nekat berbicara kepadanya langsung di depan teman-temannya, namun niatan itu selalu kandas.
            Aku sering berfikir dan sering berimajinasi saat-saat aku mengungkapkan perasaanku kepadanya. Ketika dia lewat di hadapanku, atau aku yang mendatangi tempatnya berkumpul dengan anggota 4 sekawannya, aku mengatakan kepadanya bahwa aku ingin meminta sedikit waktunya untuk berbicara 4 mata dengannya. Ketika dia mengijinkan, aku akan mengajaknya untuk sedikit meisahkan diri dengan kelompoknya sebentar. Jika tidak maka aku akan berbicara blak-blakan di depan teman-temannya. Tentu dengan menahan rasa malu yang pasti akan sangat menjadi-jadi, karena memang aku orangnya pemalu.
            Tapi kenyataan tidak semudah berlatih dalam imaji. Berkali-kali aku menguatkan hati, tapi keberanianku selalu menyusut. Sampai suatu saat menjelang tanggal kelahiranku, aku memutuskan bahwa aku akan berbicara kepadanya saat hari ulang tahunku itu. Harus. Hal itu hampir saja terjadi saat tanggal ulang tahunku tiba, aku kebetulan bertemu dengannya. Aku saat itu sedang duduk-duduk santai di depan fakultas, dan aku melihatnya berjalan menuju fakultas. Ini berkah, begitu pikirku. Aku juga berkata pada diriku now or never. Ini hari spesialku, buatlah sesuatu yang spesial juga supaya tidak ada penyesalan di kemudian hari. Meskipun itu hanya sekedar mengungkapkan isi hati supaya dia tahu tanpa berharap terlalu banyak untuk mendapatkan jawaban. Jikalaupun mendapat jawaban secara langsung baik positif ataupun negatif, maka hal itu menjadi bonus buatku.
            Namun yang terjadi semakin dia berjalan mendekat menuju pintu masuk gedung fakultas, aku masih belum memiliki ketetapan hati untuk nekat berbicara kepadanya. Keteguhan yang sudah kupersiapkan memudar begitu saja karena aku takut dan malu. Sampai akhirnya dia melewatiku, aku hanya mampu menunduk dan membisu. Sial. Aku gagal. Lagi. Lagi-lagi aku gagal karena ketakutanku. Karena rasa maluku. Aku marah pada diriku sendiri saat itu yang melewatkan kesempatan berharga untuk mengungkapkan perasaanku kepada Hinata Neesan. Aku kesal. Aku muak kepada diriku sendiri. Aku sedih karena keinginanku untuk melakukan sesuatu yang ‘spesial’ di hari spesialku urung kulakukan. Sedih, marah, kesal, semua bercampur menjadi satu.
            Setelah kemarahanku kepada diriku sendiri itu, aku berjanji kepada diriku bahwa hal itu tak akan terulang lagi. Pada kesempatan berikutnya aku akan benar-benar nekat untuk mengatakan kepadanya. Namun aku tentu tidak tahu pasti kapan aku akan bertemu dengannya. Aku hanya bisa menunggu. Berharap ada kesempatan kedua yang diberikan Tuhan kepadaku. Dan aku beruntung. Kesempatan itu benar-benar datang beberapa hari setelah tanggal lahirku. Ya, pada tanggal ini. Tanggal 8 Februari 2010.
            Saat itu aku sudah menyelesaikan segala urusan administrasiku di kampus. Aku sudah melakukan registrasi ulang dan mengurusi urusan lain. Kebetulan saat itu aku masih belum pulang, aku memutuskan untuk sholat dhuhur terlebih dahulu di musholla fakultasku. Selesai sholat aku segera keluar dan tiba-tiba saja aku berpapasan dengan Hinata Neesan dan seorang temannya (cewek) yang sepertinya hendak sholat juga. Aku sempat bingung apa yang harus aku lakukan saat itu. Aku menuruni tangga dengan perasaan bingung, hingga akhirnya aku memutuskan untuk berbicara kepadanya, namun tentu menunggu dia selesai sholat terlebih dahulu. Entah memang aku sedang beruntung atau memang takdirnya seperti ini, selepas dia sholat temannya pergi ke toilet. Akhirnya kuberanikan diri untuk menegurnya.
            Sungguh, saat itu jantungku berdetak keras dan tak karuan. Setelah menegur, aku meminta ijin untuk berbicara dengannya, dan dia mengiyakan. Fyuh, satu tahap terlewati. Kekuatan mentalku saat ini diuji. Benar-benar diuji. Seperti yang kukatakan di awal tadi, aku belum pernah berbicara sekalipun kepadanya. Jadi saat-saat seperti merupakan saat yang menegangkan bagiku. Kalau bagi mereka yang playboy mungkin aku akan ditertawakan karena tingkahku yang seperti anak kecil ini.
            Sebelum aku berbicara mengenai masalah utama yang ingin kuutarakan, terlebih dahulu aku memperkenalkan diriku. Setalah itu, aku salah tingkah. Ya. Salah tingkah. Kalian tidak salah baca. Aku salah tingkah tak karuan. Aku hanya bisa bisa mengatakan “Sebenernya saya mau ngomong... ng... anu... anu...” seperti itu berkali-kali dengan pose yang berbeda-beda. Sambil menggaruk-garuk kepala yang tidak gatal, memiringkan kepala, atau menggaruk-garukkan jari ke tembok. Serius. Tentu bukan garukan ala Catwoman atau Wolverin yang sampai membekas, aku hanya menggaruk-garuk kecil. Tingkahku yang tak karuan dan pastinya sangat tidak jelas itu bahkan sampai ditertawakan oleh Hinata Neesan. Tentu hal ini semakin membuatku grogi.
            Akhirnya setelah beberapa saat aku utarakan juga maksudku. Kurang lebih dengan kata-kata seperti ini “Ng... sebenernya saya mau ngomong... sebenernya saya suka sama Mbak XXXX... dan kalau misalnya suatu saat nanti memang jodoh, saya pengen nikah sama Mbak XXXX...”. Ketika aku mengatakan hal itu, aku melihat raut keterkejutan di wajahnya. Ya wajar saja sih dia terkejut. Kalau dia tidak terkejut sama sekali, malah itulah yang aneh, haha. Bagaimana tidak, bayangkan saja ketika ada seseorang yang tak pernah kalian kenal sebelumnya, kemudian tiba-tiba dengan gaya yang salting tidak karuan memperkenalkan diri kepada kalian, dan langsung mengatakan bahwa dia menyukai kalian serta ingin menikah dengan kalian suatu hari nanti, pasti kalian kaget, kan? Haha.
            Setelah mengatakan hal itu, aku masih menambahkan beberapa kalimat yang sudah kupersiapkan sebelumnya (dengan versi berantakan karena dalam posisi sangat grogi). Kurang lebih aku mengatakan bahwa untuk menikahinya, tentu sangat tidak cukup dan tidak layak dengan kondisi diriku yang sekarang ini. Aku mengatakan juga padanya bahwa aku akan memperbaiki diri dan memantaskan dii untuk bisa menikah dengannya, tentu sekali lagi, jika memang aku dan dia berjodoh, jika tidak ya pasti ada takdir lain yang menantiku. Tapi jika melihat keadaanku sekarang ini (tahun 2014), aku tidak yakin bahwa ada peningkatan berarti dari janjiku yang kuucapkan padanya saat itu. Hhh... menyedihkan memang, tapi bukan berarti aku akan berhenti dan menyerah begitu saja.
            Kemudian aku juga berkata bahwa sebelum semua itu, sebagai awalnya, aku bertanya apakah aku boleh menjadi temannya. Dia mengiyakan. Aku lega. Sangat lega ketika dia mengatakan hal itu. Jujur, segala ketakutanku akan reaksinya tidak terjadi. Ketakutanku yang macam-macam tidak terjadi sama sekali. Aku lega dan bersyukur. Setelah itu aku berterima kasih kepadanya dan meminta maaf jikalau aku telah mengganggu dan juga bila ada kata-kata yang tidak berkenan. Bersamaan dengan itu aku berpamitan dan mengucapkan salam kepadanya.
Sesegera mungkin aku mencari tempat untuk menenangkan diriku. Aku berhenti di bawah pohon palem depan fakultasku. Dengan menyandarkan tanganku di batang kokohnya, aku menghela napas panjang. Aku mengingat lagi perbuatan nekatku barusan. Benar-benar nekat! Dan pastinya absurd! Sulit dicerna! Dalam hati aku menertawakan diriku sendiri atas kenekatanku itu. Benar-benar gila! Haha. Entah. Aku tak tahu lagi harus berkata apa. Haha. Aku sendiri kehabisankata-kata untuk mengungkapkan kegilaan dan kenekatanku itu, haha.
Tapi yang jelas, setelah itu aku bisa pulang ke rumahku dengan perasaan riang (dengan sisa-sisa degupan jantung yang masih belum reda benar). Aku lega, telah mengungkapkan perasaanku. Aku lega telah mengatakannya. Hanya supaya dia tahu. Mengenai jawabannya? Biar nanti dijawab oleh Sang Waktu. Ya! Salah satu hal terberat, ternekat dan tergila sudah kulakukan. Aku telah mengalahkan rasa takut dan rasa maluku. Baru saja kulakukan. I DID IT!!!! :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar