"Kata Bagai Udara Yang Tak Pernah Habis... Bagai Bintang Yang Mampu Menyeberangi Dimensi Secara Dinamis..."

Sabtu, 22 Maret 2008

HARUSKAH KITA MENANGIS

Bumi ini sudah menyumbang isinya
Bumi ini sudah menumbuhkan bulu-bulunya
Namun para tikus hama merongrong nyawa
Tenang terlindung di balik ular berbisa
Air susu dibalas air tuba
Demi perut gelap mata mereka

Tak sadarkah kala langit turut menangis
Tak terbesitkah jika bumi ini lagi mengamuk
Bisanya hanya meringis
Tampakkan aslinya rupa yang terkutuk

Banjir air mata jelata
Disambut wakil serta para berada dengan rangkaian foya
Seperti ini pribadi Pancasila?
Seperti ini jalan menuju makmur jaya?

Mana sisa prinsip yang disumpah serapah?
Tergeruskah semua oleh pikiran-pikiran sampah?
Sementara mereka menangis, mengais
Hanya datang gubrisan sesaat serta janji manis

Gonggong dan lolong penuh emosi
Di depan istana megah
Surutkan asa gapai sepercik solusi
Di tengah badai masalah yang kian menjarah

Masih syukur ada yang bersyukur
Di surga dunia yang tak kunjung makmur
Di antara jiwa bermandikan lulur lumpur
Bercampur baur
Berbekal sisa semangat pahlawan yang telah gugur

Gemah ripah loh jinawi
Mungkin hanya jadi harapan sabun mandi
Tanpa rasa lugu seorang bayi
Bumi akan benar-benar menghadap Illahi