Vas-y…
Cherche ta vie…
Ada orang berkata bahwa puisi merupakan salah satu media
pembelajaran. Orang itu benar. Mungkin banyak orang yang tidak
menyadari bahwa hanya dari sekumpulan kecil kata, mereka bisa belajar
banyak hal dan juga melihat suatu hal yang ada di sekelilingnya
dengan sudut pandang lain sehingga sesuatu yang awalnya tidak tampak
menjadi lebih jelas. Seperti yang tergambar dalam puisi Cherche ta
vie… karya René-Guy Cadou. Melalui tulisan singkat ini,
penulis akan mencoba mengulik sedikit tentang apa yang ingin
disampaikan oleh sang pengarang dalam puisinya tersebut.
Une
lampe naquit sous la mer
Un
oiseau chanta
Alors
dans un village reculé
Une petite fille se mit à écrire
Pour elle seule
Le plus beau poème
Dari enam baris awal puisi tersebut, mulai tergambar latar belakang
tokoh yang digambarkan oleh pengarang, yaitu gadis kecil yang tinggal
di sebuah desa terpencil, dan kemungkinan besar desa tersebut berada
di pesisir pantai. Pada saat itu hari telah beranjak senja karena Une
lampe naquit sous la mer mungkin menggambarkan matahari yang
sinarnya terpantul di langit karena dia sudah berada di bawah horizon
atau itu memang benar-benar lampu yang mulai dinyalakan karena
suasana akan segera menggelap, dan biasanya ada burung yang melintas
sambil bersuara “kaak....kaak”. Waktu seperti ini biasanya waktu
yang cocok untuk memulai sebuah perenungan.
Ketika kita membaca kata terpencil, setidaknya ada beberapa gambaran
yang terbayang dalam pikiran kita. Kita mungkin akan mulai
membayangkan tentang desa yang tidak terjamah oleh perkembangan
jaman maupun teknologi, desa yang masih setia dengan segala
kesederhanaannya, desa yang lingkungannya masih alami, desa yang
mungkin masih memiliki aturan khusus yang ketat dan juga tentang desa
yang kemungkinan besar mayoritas penduduknya tidak pernah atau jarang
mengenyam pendidikan. Intinya, desa tersebut masih cenderung
tertutup.
Kemudian dari gambaran desa seperti itu, kita akan bisa membayangkan
seperti apa gadis kecil yang merupakan tokoh utama dari puisi
tersebut. Karena dia tinggal di sebuah desa terpencil, maka
kemungkinan dia adalah gadis polos dengan pakaian sederhana dan
seadanya yang mungkin belum mengenyam pendidikan namun memiliki
banyak keinginan terpendam. Wajar karena dia masih kecil, apalagi dia
tinggal di desa yang jauh dari mana-mana. Namun yang menjadi
pertanyaan adalah mengapa dia bisa menulis sebuah puisi terindah
meskipun hanya ditujukan untuk dirinya sendiri?
Elle n’avait pas appris l’orthographe
Elle dessinait dans le sable
Des locomotives
Et des wagons pleins de soleil
Empat baris lanjutan puisi di atas telah menjawab pertanyaan
tersebut. Dia memang tidak belajar menulis, tapi dia menggambar.
Mungkin sang pengarang ingin berkata bahwa gambar juga bisa menjadi
puisi terindah bagi seorang gadis kecil yang tidak bisa menulis.
Gambar juga bisa mengungkapkan puluhan, ratusan bahkan ribuan kata
yang tersimpan di dada, karena terkadang memang gambar bisa berbicara
lebih daripada sekedar tulisan biasa.
Pengarang menuliskan bahwa gadis itu menggambar di atas pasir.
Pengarang memilih pasir mungkin karena selain desa gadis itu berada
di pesisir pantai, hal itu bisa menggambarkan keterbatasan gadis
kecil itu. Keterbatasan bahwa dia tidak bisa seperti puisi
terindahnya yang ditulis dalam bentuk gambar lokomotif dan wagon yang
bermandikan sinar matahari. Seperti yang kita tahu ketika menggambar
di atas pasir, maka gambar itu akan mudah sekali terhapus, entah itu
oleh jejak kaki, oleh hembusan angin maupun sapuan ombak yang
membasahi pantai. Sama halnya dengan keadaan gadis tersebut.
Keinginan atau mimpinya sama mudahnya untuk terhapus seperti pasir
tadi karena segala keterbatasan yang dia miliki.
Pengarang juga memilih lokomotif dan wagon bermandikan cahaya
matahari mungkin karena dua alat transportasi itu memiliki nuansa
perjalanan atau petualangan yang sangat kuat. Dengan lokomotif
biasanya orang melakukan perjalanan. Bisa terbayang di benak kita,
orang yang duduk di dalam kereta kemudian melihat pemandangan melalui
jendela, pemandangan yang sebelumnya mungkin belum pernah dilihat,
melewati terowongan, melewati daerah satu ke daerah lain, melalui
dataran atau daerah pegunungan hijau dengan lembah curam yang sangat
indah di sela asap lokomotif dan di bawah terik matahari. Pastinya
sangat menyenangkan bisa menemukan hal baru di daerah yang belum
pernah ditemui rebelumnya.
Begitu pula dengan wagon yang biasanya dipakai oleh kebanyakan orang
untuk bertamasya bersama teman atau keluarga baik ke daerah
pegunungan maupun daerah pantai. Di tengah perjalanan bisa bercanda
ria sambil menyanyi tanpa beban. Dan ketika sampai di tujuan,
biasanya tangan akan terentang sambil berseru menikmati keindahan
yang ada di depan mata. Tanpa beban karena dada akan berdegup lebih
kencang ketika menemukan hal baru di luar kehidupan biasanya. Hal
inilah yang tidak bisa dilakukan oleh gadis kecil dari desa terpencil
itu. Hal kecil bagi sebagian orang namun mungkin hanya akan menjadi
angan dan impian besarnya. Keterbatasanlah yang membuat dia tidak
bisa mencari dan merasakan pengalaman-pengalaman baru di luar.
Apalagi dia adalah seorang gadis yang hidup di desa terpencil,
meskipun masih kecil namun terkadang kebebasan seorang gadis “lebih
terkekang” daripada seorang laki-laki.
Elle affrontait les arbres gauchement
Avec des majuscules enlacées et des coeurs
Elle ne disait rien de l’amour
Pour ne pas mentir
Apa yang bisa dilakukan oleh gadis kecil menghadapi hal seperti itu?
Dia hanya bisa memeluk pepohonan untuk mengadukan jeritan hatinya
yang tidak bisa tersampaikan. Dia memeluk pepohonan mungkin supaya
dia tetap bisa kuat untuk berdiri menghadapi kenyataan. Dia mencari
sesuatu yang bisa menopangnya. Tempat yang bisa membuatnya
menyandarkan tubuh dan hatinya yang sedang “terluka”. Dan dia
tidak mengatakan apapun tentang cinta –mungkin cinta terhadap
desanya-, karena mungkin hal itu akan membuatnya tidak jujur.
Terkadang atas nama cinta, orang akan rela berbohong, bahkan kepada
dirinya sendiri. Hal ini yang mungkin tidak ingin dilakukan oleh
gadis kecil itu. Dia memilhh untuk jujur kepada dirinya, karena
memang hal itulah yang dia rasakan. Jika dia berbohong, belum tentu
juga beban kesedihannya akan berkurang. Dia mengakui bahwa dia ingin
mencari ha-hal baru dan menjemput impiannya di dunia luar, namun
sayangnya dia tidak sanggup karena keterbatasan yang dia miliki. Dia
mengakui bahwa dia juga membutuhkan pegangan dalam kondisinya yang
seperti itu. Karena mungkin dengan melakukannya, sedikit beban yang
tersimpan di dalam dada akan terlepas. Mungkin pengarang ingin
menyampaikan hal itu melalui puisinya di bagian ini.
Et quand le soir decendait en elle
Par ses joues
Elle appelait son chien doucement
Et disait
“ Et maintenant cherche ta vie “
Di bagian akhir puisi ini, mungkin bisa dibilang resolusi dari
pengarang yang disampaikan melalui si gadis kecil. Setelah melalui
masa perenungan yang membuat dia harus memahami keterbatasan dirinya
dalam memanfaatkan luasnya dunia, maka ketika dinginnya malam mulai
terasa di pipinya, dia memanggil anjingnya dan menyuruhnya untuk
mencari hidupnya.
Mungkin si gadis kecil berpikir bahwa kehidupan anjingnya sama
“terkekang”-nya dengan dirinya, sang majikan. Dia mungkin
berpikir bahwa seharusnya anjingnya tidak harus seperti dirinya yang
hanya dihabiskan di tempat itu saja, namun dia harus berkelana
mencari hal-hal baru di dunia luar. Mungkin dia sadar, bahwa sama
halnya seperti manusia, hewan sebenarnya hidup dengan bebas tidak
terikat di satu tempat saja. Baik manusia maupun hewan pada dasarnya
sama-sama memiliki jiwa petualang. Dia tidak ingin hewan
peliharaannya mengalami hal yang sama dengan dirinya, sehingga dia
menyuruhnya untuk mencari dan menjalani kehidupannya sendiri, tak
perlu bergantung kepada majikan seperti dirinya. Dia yakin bahwa
nanti hidupnya akan menjadi lebih baik daripada sekarang. Mungkin hal
itu yang diyakini oleh si gadis kecil.
Dari sedikit penjelasan itu, mungkin kita sudah mulai bisa
menyimpulkan apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh pengarang
melalui nuansa-nuansa yang tergambar dalam puisinya. Melalui tokoh
gadis kecil itu, penulis beranggapan bahwa hidup dengan bebas itu
sangatlah berharga dan sayang untuk dilewatkan. Hidup hanya sekali
karena itu harus dimanfaatkan sebaik mungkin mendapatkan pelajaran
baru di dunia yang belum pernah ditemui sebelumnya. Bagi mereka yang
terkekang, hal ini merupakan impian karena itu kita tidak boleh
menyia-nyiakannya. Ini adalah hidup kita. Kita bebas untuk melakukan
apapun yang berguna bagi kehidupan kita. Kita berhak atas kebahagiaan
menikmati dunia dan kehidupan.
Jika mencoba untuk sedikit mengubah sudut pandang, penulis
berpendapat bahwa sekarang bukan lagi waktunya untuk berdiam diri
dalam keterbatasan. Mau tidak mau kita harus ikut maju sesuai dengan
perkembangan jaman. Dan untuk bisa maju, terkadang kenekatan dan
keberanian itu perlu dan dibutuhkan untuk menghadapi sesuatu yang
belum pernah kita temui sebelumnya. Tanpa keberanian itu, kita tidak
ak`n bisa maju. Jika kita tidak maju, maka kita hanya akan merasakan
kehidupan yang stagnan seperti yang dirasakan oleh si gadis kecil
itu. Karena itulah penulis sangat setuju dengan judul puisi René-Guy
Cadou ini, Cherche ta vie….
Praditya Dian Tami Anggara
0911130007
Tidak ada komentar:
Posting Komentar