"Kata Bagai Udara Yang Tak Pernah Habis... Bagai Bintang Yang Mampu Menyeberangi Dimensi Secara Dinamis..."

Senin, 02 Januari 2012

Ulasan Puisi Perancis "Cherche ta vie"


Vas-y… Cherche ta vie…

Ada orang berkata bahwa puisi merupakan salah satu media pembelajaran. Orang itu benar. Mungkin banyak orang yang tidak menyadari bahwa hanya dari sekumpulan kecil kata, mereka bisa belajar banyak hal dan juga melihat suatu hal yang ada di sekelilingnya dengan sudut pandang lain sehingga sesuatu yang awalnya tidak tampak menjadi lebih jelas. Seperti yang tergambar dalam puisi Cherche ta vie… karya René-Guy Cadou. Melalui tulisan singkat ini, penulis akan mencoba mengulik sedikit tentang apa yang ingin disampaikan oleh sang pengarang dalam puisinya tersebut.
Une lampe naquit sous la mer
Un oiseau chanta
Alors dans un village reculé
Une petite fille se mit à écrire
Pour elle seule
Le plus beau poème
Dari enam baris awal puisi tersebut, mulai tergambar latar belakang tokoh yang digambarkan oleh pengarang, yaitu gadis kecil yang tinggal di sebuah desa terpencil, dan kemungkinan besar desa tersebut berada di pesisir pantai. Pada saat itu hari telah beranjak senja karena Une lampe naquit sous la mer mungkin menggambarkan matahari yang sinarnya terpantul di langit karena dia sudah berada di bawah horizon atau itu memang benar-benar lampu yang mulai dinyalakan karena suasana akan segera menggelap, dan biasanya ada burung yang melintas sambil bersuara “kaak....kaak”. Waktu seperti ini biasanya waktu yang cocok untuk memulai sebuah perenungan.
Ketika kita membaca kata terpencil, setidaknya ada beberapa gambaran yang terbayang dalam pikiran kita. Kita mungkin akan mulai membayangkan tentang desa yang tidak terjamah oleh perkembangan jaman maupun teknologi, desa yang masih setia dengan segala kesederhanaannya, desa yang lingkungannya masih alami, desa yang mungkin masih memiliki aturan khusus yang ketat dan juga tentang desa yang kemungkinan besar mayoritas penduduknya tidak pernah atau jarang mengenyam pendidikan. Intinya, desa tersebut masih cenderung tertutup.
Kemudian dari gambaran desa seperti itu, kita akan bisa membayangkan seperti apa gadis kecil yang merupakan tokoh utama dari puisi tersebut. Karena dia tinggal di sebuah desa terpencil, maka kemungkinan dia adalah gadis polos dengan pakaian sederhana dan seadanya yang mungkin belum mengenyam pendidikan namun memiliki banyak keinginan terpendam. Wajar karena dia masih kecil, apalagi dia tinggal di desa yang jauh dari mana-mana. Namun yang menjadi pertanyaan adalah mengapa dia bisa menulis sebuah puisi terindah meskipun hanya ditujukan untuk dirinya sendiri?
Elle n’avait pas appris l’orthographe
Elle dessinait dans le sable
Des locomotives
Et des wagons pleins de soleil
Empat baris lanjutan puisi di atas telah menjawab pertanyaan tersebut. Dia memang tidak belajar menulis, tapi dia menggambar. Mungkin sang pengarang ingin berkata bahwa gambar juga bisa menjadi puisi terindah bagi seorang gadis kecil yang tidak bisa menulis. Gambar juga bisa mengungkapkan puluhan, ratusan bahkan ribuan kata yang tersimpan di dada, karena terkadang memang gambar bisa berbicara lebih daripada sekedar tulisan biasa.
Pengarang menuliskan bahwa gadis itu menggambar di atas pasir. Pengarang memilih pasir mungkin karena selain desa gadis itu berada di pesisir pantai, hal itu bisa menggambarkan keterbatasan gadis kecil itu. Keterbatasan bahwa dia tidak bisa seperti puisi terindahnya yang ditulis dalam bentuk gambar lokomotif dan wagon yang bermandikan sinar matahari. Seperti yang kita tahu ketika menggambar di atas pasir, maka gambar itu akan mudah sekali terhapus, entah itu oleh jejak kaki, oleh hembusan angin maupun sapuan ombak yang membasahi pantai. Sama halnya dengan keadaan gadis tersebut. Keinginan atau mimpinya sama mudahnya untuk terhapus seperti pasir tadi karena segala keterbatasan yang dia miliki.
Pengarang juga memilih lokomotif dan wagon bermandikan cahaya matahari mungkin karena dua alat transportasi itu memiliki nuansa perjalanan atau petualangan yang sangat kuat. Dengan lokomotif biasanya orang melakukan perjalanan. Bisa terbayang di benak kita, orang yang duduk di dalam kereta kemudian melihat pemandangan melalui jendela, pemandangan yang sebelumnya mungkin belum pernah dilihat, melewati terowongan, melewati daerah satu ke daerah lain, melalui dataran atau daerah pegunungan hijau dengan lembah curam yang sangat indah di sela asap lokomotif dan di bawah terik matahari. Pastinya sangat menyenangkan bisa menemukan hal baru di daerah yang belum pernah ditemui rebelumnya.
Begitu pula dengan wagon yang biasanya dipakai oleh kebanyakan orang untuk bertamasya bersama teman atau keluarga baik ke daerah pegunungan maupun daerah pantai. Di tengah perjalanan bisa bercanda ria sambil menyanyi tanpa beban. Dan ketika sampai di tujuan, biasanya tangan akan terentang sambil berseru menikmati keindahan yang ada di depan mata. Tanpa beban karena dada akan berdegup lebih kencang ketika menemukan hal baru di luar kehidupan biasanya. Hal inilah yang tidak bisa dilakukan oleh gadis kecil dari desa terpencil itu. Hal kecil bagi sebagian orang namun mungkin hanya akan menjadi angan dan impian besarnya. Keterbatasanlah yang membuat dia tidak bisa mencari dan merasakan pengalaman-pengalaman baru di luar. Apalagi dia adalah seorang gadis yang hidup di desa terpencil, meskipun masih kecil namun terkadang kebebasan seorang gadis “lebih terkekang” daripada seorang laki-laki.
Elle affrontait les arbres gauchement
Avec des majuscules enlacées et des coeurs
Elle ne disait rien de l’amour
Pour ne pas mentir
Apa yang bisa dilakukan oleh gadis kecil menghadapi hal seperti itu? Dia hanya bisa memeluk pepohonan untuk mengadukan jeritan hatinya yang tidak bisa tersampaikan. Dia memeluk pepohonan mungkin supaya dia tetap bisa kuat untuk berdiri menghadapi kenyataan. Dia mencari sesuatu yang bisa menopangnya. Tempat yang bisa membuatnya menyandarkan tubuh dan hatinya yang sedang “terluka”. Dan dia tidak mengatakan apapun tentang cinta –mungkin cinta terhadap desanya-, karena mungkin hal itu akan membuatnya tidak jujur. Terkadang atas nama cinta, orang akan rela berbohong, bahkan kepada dirinya sendiri. Hal ini yang mungkin tidak ingin dilakukan oleh gadis kecil itu. Dia memilhh untuk jujur kepada dirinya, karena memang hal itulah yang dia rasakan. Jika dia berbohong, belum tentu juga beban kesedihannya akan berkurang. Dia mengakui bahwa dia ingin mencari ha-hal baru dan menjemput impiannya di dunia luar, namun sayangnya dia tidak sanggup karena keterbatasan yang dia miliki. Dia mengakui bahwa dia juga membutuhkan pegangan dalam kondisinya yang seperti itu. Karena mungkin dengan melakukannya, sedikit beban yang tersimpan di dalam dada akan terlepas. Mungkin pengarang ingin menyampaikan hal itu melalui puisinya di bagian ini.
Et quand le soir decendait en elle
Par ses joues
Elle appelait son chien doucement
Et disait
Et maintenant cherche ta vie “
Di bagian akhir puisi ini, mungkin bisa dibilang resolusi dari pengarang yang disampaikan melalui si gadis kecil. Setelah melalui masa perenungan yang membuat dia harus memahami keterbatasan dirinya dalam memanfaatkan luasnya dunia, maka ketika dinginnya malam mulai terasa di pipinya, dia memanggil anjingnya dan menyuruhnya untuk mencari hidupnya.
Mungkin si gadis kecil berpikir bahwa kehidupan anjingnya sama “terkekang”-nya dengan dirinya, sang majikan. Dia mungkin berpikir bahwa seharusnya anjingnya tidak harus seperti dirinya yang hanya dihabiskan di tempat itu saja, namun dia harus berkelana mencari hal-hal baru di dunia luar. Mungkin dia sadar, bahwa sama halnya seperti manusia, hewan sebenarnya hidup dengan bebas tidak terikat di satu tempat saja. Baik manusia maupun hewan pada dasarnya sama-sama memiliki jiwa petualang. Dia tidak ingin hewan peliharaannya mengalami hal yang sama dengan dirinya, sehingga dia menyuruhnya untuk mencari dan menjalani kehidupannya sendiri, tak perlu bergantung kepada majikan seperti dirinya. Dia yakin bahwa nanti hidupnya akan menjadi lebih baik daripada sekarang. Mungkin hal itu yang diyakini oleh si gadis kecil.
Dari sedikit penjelasan itu, mungkin kita sudah mulai bisa menyimpulkan apa yang sebenarnya ingin disampaikan oleh pengarang melalui nuansa-nuansa yang tergambar dalam puisinya. Melalui tokoh gadis kecil itu, penulis beranggapan bahwa hidup dengan bebas itu sangatlah berharga dan sayang untuk dilewatkan. Hidup hanya sekali karena itu harus dimanfaatkan sebaik mungkin mendapatkan pelajaran baru di dunia yang belum pernah ditemui sebelumnya. Bagi mereka yang terkekang, hal ini merupakan impian karena itu kita tidak boleh menyia-nyiakannya. Ini adalah hidup kita. Kita bebas untuk melakukan apapun yang berguna bagi kehidupan kita. Kita berhak atas kebahagiaan menikmati dunia dan kehidupan.
Jika mencoba untuk sedikit mengubah sudut pandang, penulis berpendapat bahwa sekarang bukan lagi waktunya untuk berdiam diri dalam keterbatasan. Mau tidak mau kita harus ikut maju sesuai dengan perkembangan jaman. Dan untuk bisa maju, terkadang kenekatan dan keberanian itu perlu dan dibutuhkan untuk menghadapi sesuatu yang belum pernah kita temui sebelumnya. Tanpa keberanian itu, kita tidak ak`n bisa maju. Jika kita tidak maju, maka kita hanya akan merasakan kehidupan yang stagnan seperti yang dirasakan oleh si gadis kecil itu. Karena itulah penulis sangat setuju dengan judul puisi René-Guy Cadou ini, Cherche ta vie….



Praditya Dian Tami Anggara
0911130007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar