"Kata Bagai Udara Yang Tak Pernah Habis... Bagai Bintang Yang Mampu Menyeberangi Dimensi Secara Dinamis..."

Sabtu, 21 Januari 2012

Pilihan

Dua orang lelaki muda berjalan, dan berhenti di depan bangku putih yang ada di sebelah taman.

Naid : Tunggu sebentar...! Apa maksudmu?
Keyd : Maksudku?? Maksudmu?
Naid : Katakan. Kau menyerah?
Keyd : Menyerah? Siapa? Aku?
Naid : Siapa lagi? Jelas! Kau!
Keyd : Menyerah soal apa?
Naid : Ayolah, kau jangan berlagak tolol.
Keyd : Aku tidak tolol, hanya kurang pandai.
Naid : Hentikan candaanmu yang sama sekali tidak lucu itu.
Keyd : Aku tidak sedang bercanda kok.
Naid : Sudahlah. Jawabanmu semakin lama semakin jauh dari pokok pembicaraan.
Keyd : Tinggal didekatkan, kan?
Naid : Jangan bicara dulu, dan jangan menyelaku. Biar kulanjutkan dulu kata-kataku! Kutanya kau sekali lagi. Apakah kau menyerah? Mengapa kau menyerah begitu mudah? Katakan...
Keyd : …..
Naid : Hei! Aku bertanya kepadamu! Kenapa tak kau jawab?
Keyd : Kau yang menyuruhku untuk diam, bukan?
Naid : Cobalah untuk serius sedikit, Keyd! Mengapa selalu saja kau membu...
Keyd : Siapa yang mengatakan bahwa aku menyerah? Aku sama sekali tidak ingat pernah berkata seperti itu...
Naid : Tapi... buktinya kau...
Keyd : Kenapa? Ada apa? Memangnya apa yang telah kulakukan?
Naid : Tidakkah kau sadar? Oh... bagaimana aku menjelaskannya kepadamu...
Keyd : Entah.
Naid : Ssstt... Mmm... begini... kau berkata bahwa kau hanya ingin menyampaikan perasaanmu tanpa berharap jawaban apapun darinya, kan?
Keyd : Ya.
Naid : Bagaimana bisa kau berbuat seperti itu? Bukankah kau benar-benar menyayangi mereka? Dia... dan Dia? Bukankah kau sangat ingin bersanding di pelaminan dengan salah satu dari dua bidadari pujaanmu itu dan kemudian happily ever after?
Keyd : Munafik jika kukatakan tidak.
Naid : Lalu mengapa kau menyerah begitu saja? Mengapa tak ingin kau perjuangkan perasaan dan rasa sayangmu itu? Kau memiliki kesempatan untuk itu, Keyd. Tapi kau tidak mengambilnya. Setelah dulu kepada bidadari pertamamu kau sampaikan perasaanmu tanpa berharap jawaban, sekarang kau ulangi lagi hal yang sama kepada dia? Bidadari keduamu? Kau benar-benar...
Keyd : Bodoh? Ya. Tak heran jika banyak orang termasuk dirimu menganggapku seperti itu. Aku memang mempunyai impian bisa mengarungi sisa hidupku dengan salah satu dari mereka, tapi...
Naid : Tapi apa? Kalau itu memang keinginanmu, kenapa tak sekalian kau tanyakan kepada mereka, atau salah satu dari mereka, apakah mau menjadi kekasihmu atau tidak? Mengapa kau seolah lepas tangan begitu saja? Kau seolah hanya mementingkan dirimu saja, hanya ingin sekedar melepas beban. Tidakkah kau... AARRGGGHHH...!!!
Keyd : Naid, ketika aku memutuskan untuk jujur, tak sekalipun aku meminta mereka untuk menjadi kekasihku.
Naid : Aku tahu itu. Tapi mengapa? Pertanyaan ini yang belum pernah kau jawab sejak lama.
Keyd : ….
Naid : Jawablah. Aku ini sahabatmu sejak kecil Keyd.
Keyd : Aku hanya ingin menjaga.
Naid : Menjaga? Menjaga siapa? Mereka? Bagaimana bisa jika kau tidak bersama?
Keyd : Menjaga... menjaga mereka dari harapan berlebih dan kekecewaan.
Naid : Aku tidak mengerti.
Keyd : Kalaupun sekarang menjadi kekasih, belum tentu suatu saat akan selalu bersama hingga pelaminan.
Naid : Lalu?
Keyd : Semua masih belum pasti dan belum ada kesiapan yang jelas. Karena itu aku hanya mengutarakan tanpa butuh jawaban, supaya tidak ada harapan yang berlebihan. Aku belum menjadi apa-apa.
Naid : Lalu guna kau mengutarakan perasaanmu?
Keyd : Supaya mereka tahu. Siapa tahu dengan mengetahuinya, suatu saat aku bisa menjadi salah satu dari sekian banyak calon yang akan mereka pilih sebagai suami. Tidak kok. Bercanda.
Naid : Seriuslah...
Keyd : Begini. Aku hanya ikut merasakan perasaan ini, bukan memilikinya. Sudah kubilang aku belum jadi apa-apa. Tentu sebuah gambling besar jika aku berlaku serius sekarang. Lagipula, aku sekarang tidak bisa memilih salah satu diantara mereka. Terlalu sulit. Kau tahu itu. Mereka berdua...
Naid : ….
Keyd : Yah... jadi, maksudku... biarlah perasaan ini mengikuti arus dan alur yang ada tanpa terlalu dipaksakan sekarang. Jika memang nantinya suatu saat berjodoh dengan salah satu dari mereka, pasti akan bersatu. Tak ada yang perlu dikhawatirkan. Jikapun tidak, bagaimanapun kerasnya aku menjaga rasa ini, perlahan pasti akan hilang seiring berjalannya waktu. Dan pasti nanti aku akan menemukan jodohku yang telah disiapkan-Nya, meskipun bukan mereka, namun yang terbaik. Klise memang, tapi...
Naid : Kau tidak menyesal jika akhirnya nanti mereka tidak bersamamu namun dengan orang lain? Apakah kau tidak sedih?
Keyd : Jika itu yang terbaik, maka aku akan ikut berbahagia untuk mereka.
Naid : Non sense... Kau tahu itu pasti sangat berat dan sulit kan, Keyd? Aku sangat mengenalmu. Kau s-a-n-g-a-t menyayangi mereka.
Keyd : Kita hanya bisa mengenang masa lalu, kita bisa menggenggam masa kini, tapi kita tidak bisa melihat masa depan. Lagipula aku juga kurang percaya diri jika membandingkan antara aku dan mereka, antara keluargaku dan keluarga mereka.
Naid : Maksudmu? Kalian dan keluarga sama-sama muslim, kan?
Keyd : Ya. Tapi jika dilihat secara kasat mata, kedalaman antara aku dan mereka berbeda. Bisa dibilang mereka dan keluarga lebih fasih. Sementara aku dan keluargaku? Seperti ini. Kau mengerti maksudku, kan? Paling tidak aku ingin memantaskan diri meskipun mungkin tidak bisa sepenuhnya pantas jika dibandingkan dengan lelaki lain yang berada di sekeliling mereka yang sama-sama fasihnya. Mereka jauh lebih baik, menurutku.
Naid : Itu tidak bisa dijadikan alasan, Keyd! Jika ada ikatan diantara kalian pastinya juga ada penyesuaian pula antara kalian dan keluarga. Harusnya kau tidak perlu mengkhawatirkan sesuatu yang belum pasti. Belum tentu pula mereka menolak seseorang yang...
Keyd : Sudahlah, Naid. Biarlah semua ini berjalan apa adanya. Just let it flow, and one day it will find the real ocean. The destiny.
Naid : Tapi harusnya kau tidak menyerah semudah itu,! Harusnya kau lebih punya greget dalam memperjuangkan perasaanmu dan.... Hei! Tunggu! Kenapa kau tiba-tiba meninggalkanku! Hei, Keyd!

Dan merekapun berjalan menyongsong mentari senja yang menuruni horizon.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar