"Kata Bagai Udara Yang Tak Pernah Habis... Bagai Bintang Yang Mampu Menyeberangi Dimensi Secara Dinamis..."

Selasa, 28 Januari 2014

Otanjoubi Omedetou, Nee...



Adakah di antara kalian ada yang percaya pada ungkapan “Cinta pada pandangan pertama” a.k.a “Love at the first sight” alias “Un coup de foudre”? Adakah yang pernah mengalaminya? Tak percaya pun tak masalah, tapi kenyataannya hal itu yang terjadi padaku. Jujur aku lupa persisnya tanggal berapa kala itu. Yang kuingat hari itu adalah hari pertama acara Student Day di bulan September (kalau tidak salah) tahun 2009. Student Day itu bisa dibilang acara lanjutan ospek yang diadakan pada akhir minggu. Acara yang menurutku membosankan karena pasti banyak bentak-bentakan yang sudah terlalu banyak aku terima di acara ospek. Karena itu aku dan rekan sekelompokku hanya menganggapnya sebagai pemenuhan kewajiban saja, tidak ada antusiasme yang tampak dari kami. Ya, sejak pagi seperti itulah mood kami sekelompok. Pagi yang sedikit berangin di Malang saat itu. Mentari muncul, namun masih agak malu. Pertama kami dikondisikan di lapangan parkir depan fakultasku. Kemudian senior pendamping yang kami sebut sebagai Advisor mulai keluar dari dalam fakultas dan satu persatu berdiri sekitar 3-4 meter di depan kami. Tentu mereka menghadap kami.
Saat kukira semua Advisor sudah berkumpul, muncul seorang kakak Advisor perempuan yang menyusul rekan-rekannya yang sudah berkumpul. Dia memakai kerudung dan rok hitam lengkap dengan jas almamater yang menutup pakaiannya. Saat dia berjalan angin pagi sedikit menggodanya. Kerudung yang dijulurkannya sampai dada, serta rok panjangnya tak pelak tertiup searah angin berhembus. Semakin dia mendekat, semakin jelas pula parasnya. Cantik? Jika aku disuruh menilai dari 1-10, aku takkan ragu memberi nilai 9 atau 9,5 atau bahkan sekalian 10! Cantik, manis, tampak anggun, kalem, bersahaja di antara balutan jilbab syar’inya. Jujur saja, di antara Advisor perempuan yang lain, hanya segelintir yang menggunakan jilbab sepertinya. Rata-rata mereka menggunakan yang langsung pakai, atau kalaupun tidak, mereka tidak menjulurkan sampai menutup dadanya. Rok? Jangan ditanya. Mayoritas memakai celana. Aku bukannya melecehkan, tidak. Sama sekali tidak. Aku hanya ingin membuat perbandingan, betapa jarangnya gadis yang berpenampilan sepertinya. Sangat jarang sekali. Ditambah dengan parasnya yang ayu, sangatlah pantas menurutku jika dia layak disebut “Limited Edition”. Seketika itu pula aku jatuh hati padanya. Jika sempat aku mencuri pandang ke arahnya jika para senior Timlap sedang tidak bertugas di dekatku. Menikmati indahnya pemandangan melalui ciptaan Tuhan berwujud bidadari yang turun ke bumi. Jika boleh kutambahkan, dia adalah gadis tersempurna yang pernah kutemui sepanjang hidupku.
Siapa dia? Dia kadang kusebut dengan Hinata Neesan atau kadang Première Déesse. Di blog ini beberapa kali aku menyebutnya. Mengapa aku jarang menyebut nama aslinya? Karena statusku sebagai secret admirer. Haha. Kalian boleh saja tertawa. Sebenarnya sudah bukan secret lagi sejak aku mengungkapkan secara langsung perasaanku padanya, bahwa aku suatu saat ingin menikah dengannya. Kejadian yang sudah berlangsung hampir 4 tahun lalu (lain kali akan kubahas). Responnya positif namun negatif. Bingung? Dia menolakku dengan halus, itu bahasa lainnya. Yang membuatku masih menjadi secret admirer adalah karena aku masih menyimpan rasa sebagai seorang lelaki padanya. Dan dia sepertinya tidak tahu. Kuharap dia tidak tahu jika aku masih menjadi secret admirer-nya. Mengapa? Masalah itu dibahas lain kali saja.
Dan untuk sekedar informasi saja, bahwa hari ini, 28 Januari, adalah hari ulang tahunnya. Aku tak tahu yang ke berapa, yang jelas dia lebih tua daripada aku. Mungkin 2-3 tahun di atasku. Yang jelas aku turut berbahagia di hari kelahirannya ini. Aku memang tidak bisa memberi apa-apa (karena kurasa dia juga akan menolaknya), namun aku masih bisa mengirimkan do’a untuknya. Do’a untuk segala kebaikan dan keberkahan dalam hidupnya. Do’a yang kupanjatkan secara tulus dari lubuk hati terdalam untuk dia yang kusayang. Untuk kebahagiaannya apapun akan kulakukan. Aku memang belum tahu apakah dia akan menjadi jodohku atau tidak. Karena itulah aku masih belum menyerah, sekecil apapun kemungkinan itu. Saat menyerah paling tepat adalah ketika aku menemukan pendampingku atau saat dia telah melengkungkan janur kuning di kediamannya. Yang mana yang akan terjadi? Biarkan waktu yang akan menjawabnya. Hal terpenting adalah kebahagiaannya adalah kebahagiaanku juga. Senyumnya adalah senyumku juga. Jika nanti dia memang jodohku, aku patut bersyukur mendapatkan gadis sepertinya, terlepas dari apapun kekurangannya. Jikalaupun dia menjadi jodoh orang lain, maka aku akan tetap menyayanginya. Namun bukan lagi rasa sayang sebagai lelaki, namun sebagai saudara. Untuk kebahagiaannya, tidak ada kata tidak.
Sekali lagi aku mengucapkan (karena tadi sudah mengucapkan walaupun tidak bertatap muka secara langsung) Otanjoubi Omedetou, Nee... semoga segala kebaikan dan keberkahan tak henti dicurahkan-Nya dalam hidupmu, Aamiin... di manapun kamu berada, do’aku selalu bersamamu... maafkan segala kelemahanku yang masih belum bisa beranjak untuk melepas hatiku yang terlanjur tertambat padamu...