8 oktober 2011
Unbelieveable!! J’en ai revé!! J’ai revé de Nee… !! Ibanme!! Hime-sama!!
Atau terserahlah mau apapun sebutannya… Aku memimpikannya lagi!!
Setelah sekian lama!! Waw… entah harus berkata apa.. entah harus senang
atau bahagia… bingung… segala perasaan bercampur aduk…
Aku lupa… kapan terakhir kali aku memimpikannya… yang jelas sudah lama…
padahal aku juga sedang tidak terlalu memikirkannya… ya, semua berjalan
seperti biasanya… atau itu malah keinginan dari hati yang terdalam…?
hmm… tak tahu lagi…
Pokoknya hal ini jelas cukup mengejutkanku. Bagaimana tidak, dari
Mes Trois Déesses, yang paling sering muncul
Ibanme, namun ketika vakum mengisi mimpi,
Nibanme yang datang.
Sanbanme juga cuma sekali kurasa –dan baru ku tahu kalau ternyata
Sanbanme udah punya gandengan- . Setelah masa vakum sekian lama, tiba-tiba
Ibanme yang muncul, di malam pertama setelah sebulan aku tidak pulang ke
home sweet home…
Mungkin kedengarannya klasik dan biasa saja, tapi bagiku pribadi tentu
ini seperti salah satu obat untukku… hehe… ya anggap saja sebagai ganti
tidak bertemu muka untuk setahun ke depan… paling tidak aku bisa bertemu
dengannya di mimpi… bertemu dan bisa sedikit lebih dekat dengannya yang
sulit kulakukan di dunia nyata…
Mimpiku (atau juga
mimpi semua orang ) terasa begitu nyata, seolah-olah semua itu bukan
mimpi, namun kenyataan. Realita. Tak terasa sama sekali jika semua itu
hanya taburan bunga alam maya.
Kalau diceritakan sih
mungkin biasa saja, karena sulit sekali untuk bisa mengungkapkan
kejadian yang telah terjadi dalam mimpi sesuai dengan keadaan saat itu,
dengan segala campur aduk perasaan yang kurasakan saat aku belum
terjaga. Namun bisa dibilang pertemuanku dengannya di alam bawah sadar
itu terbagi dalam dua sesi.
Sesi pertama aku merasa
kami berada di suatu ruangan kelas. Kalau menurut ingatanku sih, bentuk
bangunan kelas saat itu mirip sekali dengan bentuk ruangan kelas 3 SD-
ku dulu. Menghadap ke utara dan ada anak tangga di depan kelas. Dari
semua ruangan yang pernah kusinggahi, memang ruangan kelas 3 SD ku itu
yang paling mirip.
Awalnya seperti biasa, aku sungkan
dan tak berani menyapa ketika dia ada di dekatku, mungkin hanya seulas
senyum simpul saja yang bisa kuberikan sebagai ganti salam sapaan. Aku
berdiri di depan kelas sambil memainkan handphoneku, sepertinya waktu
itu aku sedang menunggu seseorang, tapi aku lupa siapa itu. Dan di dalam
kelas itu, dia sedang ngobrol dengan mantan anak asuhnya yang juga
menjadi teman sekelasku, Sitro. Entah apa yang mereka obrolkan, yang
jelas saat itu aku bisa melihat bahwa mereka tampak cukup akrab, ngobrol
dengan santainya, dan sesekali bisa tersenyum dan tertawa lepas. Aku
ingin sekali dari dulu bisa seperti itu. Namun tidak pernah terjadi.
Atau mungkin, kelemahanku sendiri yang membuat semua itu tidak pernah
terjadi selama ini? Mungkin. Bisa jadi.
Tiba-tiba saja
saat aku melamunkan sesuatu, Sitro menepuk bahuku dan berkata,” Eh,
Mat! Dipanggil Mba Nina tuh! Katanya pengen ngobrol tuh… ehm ehm.. cie
cie…”
“Apaan sih..? Biasa aja napa? “ sungutku sambil menahan mukaku yang memanas karena malu.
Sesampainya di sana malah suasana saling diam yang terjadi, entah
kenapa dia agak memalingkan muka, sambil memainkan kakinya yang
menggantung di sisi meja. Dan saat tidak ada suara itu, keheningan
dipecah oleh godaan Sitro yang kali ini diarahkan kepada Mba Nina.
“ Udah, sana… ngomong deeh… kok malah dieem… tadi siapa hayo yang
suruh manggil si Imat.. ?? katanya pengen ngobrol berdua… cie… cie…
pengen ngobrol berdua nih ye… ehm ehm… nah, Maat… noohh… ngobrol sana…
cie cie… Imat… uhuyy… ehm… ehm…“
Sitro terus saja
menggodaku dan Mba Nina sambil sesekali menyenggolkan sikunya. Tentu
saja hal ini membuat aku dan Mba Nina semakin malu. Sepertinya mukaku
sudah sangat merah saat ini. Dan panas. Mungkin Mba Nina juga sedang
merasakan hal yang sama, namun dengan lebih tenang dia menimpali godaan
Sitro.
“Udah deh, Tro…”
Singkatnya
–karena aku sendiri juga kurang begitu jelas detailnya bagaimana- kami
akhirnya mengobrol bertiga. Lagi-lagi aku agak lupa dan kurang begitu
ingat apa yang kami obrolkan saat itu. Kalau tidak salah Mba Nina curcol
tentang sesuatu dan kalau tidak salah lagi tentang rencana kepergiannya
setahun ke negerinya Nakamura.
Satu hal yang sangat
mencolok saat itu yang mungkin agak sedikit berbeda dengan keadaan asli
di dunia nyata, dia bercerita dengan agak sedikit menggebu-gebu dan
sangat medhok jawanya. Haha… gaya bicara dan suaranya saat itu mirip
sekali dengan salah anak asuhku waktu ospek kemarin yang sedaerah
denganku… hehe… padahal seingatku, suaranya itu rada gimanaaa, gitu…
agak serak mungkin ndak bisa dibilang full serak juga, tapi ya
begitulah. Sulit untuk mengatakannya dengan jelas… karena jujur, aku
jarang sekali mendengar suaranya…
Nah, kemudian
setting mimpiku berpindah tempat ke sebuah rumah yang cukup bagus dan
mempunyai halaman yang nyaman karena ada taman di situ. Hmm… kalau
sekali lagi dimiripkan dengan keadaan asli, untuk rumahnya aku kurang
tahu, tapi kalau jalan di depan rumah itu mirip jalan yang kulalui kalau
aku pulang ke rumah. Jalannya sedikit menurun mirip di daerah sumber
rejo. Ya, daerah itu. Di jalan yang sedikit menurun itu ada jalan masuk
sendiri yang tidak terlalu jauh mungkin sekitar 10-15 meter saja hingga
mencapai rumah itu. Dan di situ lagi-lagi aku melihat Mba Nina.
Surprisenya, kali ini dia tidak mengenakan kerudung! Tidak seperti
biasanya yang selalu tertutup rapid an rapat namun manis, kali ini
penampilannya terbuka dengan memakai atasan yang bentuknya mirip kemeja
yang agak berenda dan menggunakan rok biru gelap yang panjangnya masih
di bawah lutut. Kalau tidak salah rambutnya yang tergerai sepanjang bahu
atau sedikit lebih panjang dari itu. Kalau yang aslinya tentu saja aku
tidak pernah tahu karena aku tidak pernah bertemu dengan dengan sosoknya
yang tanpa busana jilbab lengkap yang anggun dan manis. Dan aku lebih
menyukai tampilannya yang seperti itu. Makanya aku agak kaget walaupun
hanya dalam mimpi dia tidak tampil tertutup.
Lalu satu
lagi yang membuat hatiku remuk redam adalah ternyata dia telah
mempunyai gandengan… Hiks… T-T kalau tidak salah sih sudah
bertunangan, -di mimpiku itu lo ya… kalau aslinya, sekali lagi aku
menjawab tidak tahu karena aku sendiri juga tidak terlalu dekat
dengannya… suer deh…- huwaa… di situ pengen nanges rasanya… soalnya si
Mba udah keukeuh banget dan uda bilang pula kalo gada harapan lagi
buatku n dia bakal terus ama itu cowok… aku nggak tahu jelas gimana
wajahe, yang jelas rada kabur… entah emang wajah itu cowok di mimpiku
emang kabur ato penglihatanku yang mulai nggak jelas gara-gara air mata
yang uda mulai tergenang… aku nggak tahu. Pokoknya badannya ajib banget
deh… lebih tinggi dari si Mba, trus rada kekar juga. Porsi badan ideal
pokoknya mah…
Terus habis itu, aku kebangun. Sambil merem melek antara sadar n nggak sadar.
Itu t`di aku mimpi? Itu tadi Nee? Kok kayaknya deket banget ama kenyataan ya? Nggak kayak mimpi…
Apa ini merupakan pesan tersembunyi yang sebenere pengen disampein Nee
ke aku…? Supaya berhenti berharap…? On ne sait pas… Wakaranai…
"Hayoo.. Imaat... lagi ngapain hayo??" suara kakak perempuanku mengagetkanku dari belakang.
"Ah.. ng.. nggak lagi ngapa-ngapain kok kak.." jawabku gelagapan
"Trus? itu apaan?"
"Bukan apa-apa..."
"Surat cinta ya... cie... Imat sekarang udah tambah gedha nih ye..."
"Bukan kok kak, cuman curcolan kecil... "
"Curhat? kok nggak langsung ke kakak?"
"Nggak
begitu penting kok kak, jadi lebih baik di sepucuk kertas kosong putih
ini saja aku menuliskan apa yang sedang ada di pikiranku."
"Widiiihh...
bahasamu... uda berlagak jadi pujangga nih... ya udah... lanjutin sana
gih... tapi jangan lupa kalo ada apa-apa cerita aja ke Kakak...soalnya
walopun umurmu uda hampir 20 tahun, kamu masih butuh banyak advice
terutama di bidang jalinan kasih sayang... hihihi..."
"iya,
iya Kak.. nggak usah dibilangin juga udah tau... lagian mau cerita ke
siapa lagi kalo bukan ke kakak? Mama Papa kan udah..."
"Sstt... udah, nggak usah dilanjutin. Mending kamu nongkrong aja gih di depan kertas putih tercintamu itu."
Aku mengangguk tanda mengerti.